Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2023

Berkualitas Meski Tak Nyaman

Ketika tidak semua keinginan bisa tercapai, itu bukan berarti akhir dari segalanya. Terkadang, ketidakberhasilan adalah jalan menuju kebahagiaan yang lebih besar yang mungkin belum terpahami saat ini. Tetaplah bersyukur dan teruslah melangkah dengan keyakinan bahwa setiap langkah membawa pembelajaran berharga. *** Gelak tawa riuh di ruangan itu terasa semarak, menggambarkan suasana ceria. Suara belasan orang yang saling bersahutan dari sudut ke sudut, membahana memenuhi ruangan yang cukup luas itu. Situasi semacam ini sudah menjadi kebiasaan sehari-hari di kantorku, terutama sejak ruangan itu dipugar dan ditambah penghuninya. Sebelum renovasi, ruangan itu hanya berisi 9 pegawai. Bahkan tidak begitu lama sebelumnya, hanya enam orang di dalamnya, sudah termasuk aku. Setelah luasnya bertambah, kepala kantor berupaya begitu keras untuk memenuhi ruangan itu dengan pegawai—alasannya untuk efisiensi. Kami sebagai bawahan tidak bisa apa-apa meski dalam hati tidak begitu bisa menerima. Baga...

74 Kata Kasar Menurut KBBI

Iseng saya mengutak-atik fitur-fitur KBBI daring. Agar jangkauan utak-atik itu makin luas, sebelumnya saya membuat akun di laman tersebut. Setelah itu, saya menemukan berbagai menu terkait isi KBBI, misalnya pencarian terpopuler, ragam, kelas kata, dan bahasa daerah.     Ada yang menarik ketika saya menelusuri menu ragam. Salah satu isinya adalah ragam kasar. Artinya, kata-kata dalam daftar tersebut dikategorikan sebagai ungkapan kasar. Segera saya mengklik tautan ke dalam ragam tersebut, lantas muncullah daftar kata di bawah ini.   abus 2 anak ampang anak kolong anak sundal anjing anjing air babi bacot bajingan bantongan berjantan berkirai bermoncong bermulut bermulut-mulut bincacak buncit 1 butuh 2 celaka cukimai cungur entot geblek gegares geladak 2 gelayaran gendut goblok jangkang 4 kampang keparat 1 koit kojor kunyuk laki lonte mampus memberaki membuta mencekik mencengam menga...

Yang Usang Yang Disayang

Suatu hari beberapa pekan lalu, entah mengapa saya sempat merasa jenuh dengan koleksi novel yang ada di folder ponsel saya. Koleksi itu didominasi novel bergenre misteri dalam berbagai tema, misalnya petualangan, kriminal, sejarah, dan fantasi. Bukan berarti novel-novel itu jelek, justru sangat menarik makanya saya mengumpulkannya. Akan tetapi, entah mengapa hari itu saya dilanda kejenuhan luar biasa sehingga ingin rasanya mencoba membaca novel bertema lain. Saya sempat mempertimbangkan membaca novel-novel inspiratif, romance, atau cerita anak. Namun, suara lain di kepala saya memberi peringatan, “jangan-jangan novel yang kamu baca nanti malah membosankan, lo, kan waktumu jadi terbuang percuma!” Baiklah, saya langsung berpikir, bagaimana kalau mencari novel yang kurang lebih sama-sama menawarkan misteri, kriminalitas, petualangan, dan semacamnya yang notabene adalah tema favorit saya, tapi berbeda atmosfer dari novel-novel yang ada di galeri ponsel? Selama beberapa detik saya coba me...

Tak Segampang Itu Memulainya

Puluhan purnama menggeluti dunia literasi, masalah yang paling umum saya temui pada mereka yang baru berniat belajar menulis adalah kehampaan ide. Jangankan mereka, orang-orang yang telah sering membuat naskah pun masih sering mengalami kebuntuan semacam itu, termasuk saya.   Menurut saya, sebenarnya bukan idenya yang tidak ada. Kami punya banyak sekali keresahan, kebingungan, bahkan perang batin. Yang menjadi kesulitan kami adalah bagaimana cara mengungkapkannya dalam tulisan dan dari mana harus memulainya. Selain itu, tidak dapat dimungkiri juga, ada rasa malas bilamana yang akan ditulis itu ternyata membutuhkan banyak referensi penunjang agar tidak dianggap sekadar curhatan bahkan sampah.   Maka, kerap saya mendapati orang yang menganggap menulis fiksi lebih mudah dibanding nonfiksi. Katanya, nonfiksi harus disertai banyak teori, fakta, dan data, sedangkan fiksi tidak. Fiksi hanya perlu imajinasi dan pengetahuan seperlunya tentang penggunaan tanda-tanda baca. ...

Efek Diksi pada Ajakan Bertindak dalam Copywriting

Saya baru saja membaca buku yang ditulis oleh seseorang yang lebih dari 40 tahun telah berkarier di dunia pertelevisian tanah air, khususnya TVRI. Salah satu hal menarik menurut saya dalam buku itu adalah anjuran bagi para penyampai informasi di televisi untuk senantiasa menggunakan kata-kata yang positif dan menghindari impresi negatif. Misalnya, gunakan kata-kata, "ingatlah" alih-alih "jangan lupa dan "pastikan untuk menyaksikan" alih-alih "jangan sampai ketinggalan ...". spontan saya teringat bahasa-bahasa dalam copiwriting (wara) yang begitu sering lewat di medsos . Betapa sering saya menemukan kata-kata yang tidak dianjurkan tadi dalam ajakan bertindak di akhir informasi promosi itu. Saya langsung berpikir, apakah si pembuat copywriting ini memang tidak dibekali pengetahuan seperti yang dijelaskan si penyiar senior tadi, ataukah memang nilai kata-kata itu sudah bergeser maknanya seiring perubahan zaman sehingga tidak berpengaruh lagi kepada impre...

Literasi sebagai Senjata Rahasia Melawan Penjajah

Gambar
Sudah sering kita mendengar bahwa bangsa Indonesia berjuang melawan penjajah menggunakan senjata seadanya, bahkan sekadar bambu runcing. Dengan senjata sesederhana itu, betapa epik perjuangan mereka hingga Indonesia akhirnya mencapai kemerdekaan tahun 1945. Siapa bilang bangsa Indonesia berjuang hanya mengandalkan bambu runcing dan segelintir senjata api? Yang berpikir demikian tentu belum memahami sepenuhnya jalan panjang perjuangan bangsa Indonesia.   Ada satu senjata rahasia yang sangat ampuh dan memegang peran sangat penting dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Senjata itu tidak lain adalah literasi; terbukti dengan banyaknya pahlawan kemerdekaan yang berprofesi sebagai penulis ataupun jurnalis. Lewat karya-karya yang memaparkan analisis, gagasan, dan semangat pantang menyerah, mereka mampu memantik dan menggelorakan tekad persatuan dan nasionalisme untuk melawan feodalisme dan kolonialisme yang membelenggu bangsa Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Berikut...