Narasikan Hatimu, Tulis Puisimu!




 

“Sedih kelasnya berakhir,” tulis salah seorang peserta bernama Risma pada kolom obrolan Zoom, Sabtu, 17 Mei. Kalimat itu tercetus di akhir pertemuan ketiga sebuah kelas puisi yang diselanggarakan Komunitas Lintas pada 3-17 Mei 2025.

 

Pada pertemuan pamungkas ini, peserta belajar menulis puisi tentang diri sendiri; sedang di titik mana mereka saat ini. Pada dua pertemuan sebelumnya, peserta diajarkan menulis puisi dengan berbagai teknik serta bagaimana menemukan ide lewat suara dan rasa.

 

Menulis puisi ternyata tidak semudah yang diimajinasikan, meski menghasilkan karya sastra memang selalu butuh imajinasi. Yang tak kalah penting adalah kreativitas. Imajinasi yang didukung cemerlangnya kreativitas akan melahirkan karya sastra, termasuk puisi, yang indah dan bermakna.

 

Sebagai komunitas yang berfokus pada peningkatan literasi, Komunitas Literasi Tanpa Batas (Lintas) berupaya memenuhi kebutuhan para penyandang disabilitas yang ingin memperdalam kemampuan menulis. Inilah yang melatarbelakangi Komunitas Lintas menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk Kelas Puisi: Narasikan Hatimu, Tulis Puisimu! Seorang penulis, penyair, sekaligus dosen Bahasa Indonesia,    Salman Alade, bertindak selaku mentor di kelas ini.

Penyelenggaraan kegiatan ini bertujuan menambah ilmu dan wawasan para Sobat Lintas (sapaan bagi pencinta karya-karya Komunitas Lintas) dalam bidang kepenulisan karya sastra. Menurut Ketua Komunitas Lintas saat ini, Iin Saputri atau sering disapa Kak Iin, kelas serupa sudah pernah diadakan pada 2024 yang lalu. Akan tetapi, setelah dilakukan evaluasi, ternyata masih banyak Sobat Lintas yang berharap Lintas mengadakan kelas menulis puisi lagi. “Ada yang ingin memperkaya ilmunya, ada juga yang katanya pingin memantapkan  lagi fondasinya, jadi ingin belajar dari yang paling basic,” ungkap Kak Iin dalam sambutannya, sekaligus membuka kegiatan secara resmi.

 

Sebagaimana lazimnya, kelas literasi yang diadakan Lintas kali ini pun didominasi peserta dari kalangan disabilitas. Mereka dilatih menulis puisi dengan teknik akrostik. Puisi akrostik adalah jenis puisi yang huruf awal tiap barisnya membentuk kata atau pesan tertentu jika dibaca secara vertikal.

 

Pada pertemuan perdana, pemateri mengajak peserta membuat puisi akrostik menggunakan huruf-huruf dari nama sendiri atau satu kata tertentu. Tak hanya sampai di situ, mereka juga diminta membacakannya. Antusiasme peserta sangat terasa saat berlomba-lomba ingin menjadi yang pertama membacakan hasil karyanya. Beberapa peserta memilih menggunakan huruf-huruf dari satu kata tertentu seperti luka, rindu, dan malam. Sebagian lagi memilih menggunakan huruf-huruf dari nama mereka seperti Risma, Rini, dan Zukhrufavu.

 

Menurut Salman Alade, Puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang berupa wujud ekspresi perasaan, pengalaman, atau pikiran yang disampaikan melalui bahasa yang indah, padat, dan bermakna. Tanpa bahasa atau kata-kata yang indah, suatu karya sastra belum bisa disebut puisi.

 

Terdapat setidaknya delapan ciri puisi menurut Salman Alade. Ciri-ciri tersebut sebagai berikut:

1.       Identik dengan diksi yang khas

Kata-kata dalam puisi dipilih dengan sangat hati-hati untuk menyampaikan makna yang padat, emosional, atau imajinatif. Satu kata dalam puisi bisa mengandung lapisan makna yang tak terukur. Biasanya kata-kata dalam puisi tidak dapat dimaknai secara lugas karena selalu ada makna yang tersirat.

 

2.       Imajinatif dan simbolik

Puisi akan selalu menggunakan gaya bahasa metafora, simile, personifikasi, dan simbol untuk membangkitkan gambaran atau perasaan.  Diksinya kadang bersifat samar dan sugestif, selalu mengandung makna tersirat dan konotatif.

3.       Wujud yang padat dan rapat

Ketika membaca cerpen atau novel, akan dijumpai beratus, bahkan beribu kata. Namun, dalam puisi, jumlah katanya tidak sebanyak itu, bahkan ada yang hanya terdiri atas satu kalimat.

 

4.       Rima dan irama

 

Irama adalah pola bunyi tertentu, baik yang teratur maupun yang bebas, sedangkan rima adalah persamaan bunyi di awal atau akhir baris. Rima sering digunakan untuk membangun estetika, meskipun tidak wajib.

 

5.       Tata letak atau tipografi

 

Dalam ilmu bahasa dan sastra, tipografi sering juga disebut perwajahan. Melalui baris-baris yang didesain sedemikian rupa sehingga menyerupai suatu bentuk tertentu, penulis berupaya mempertegas pesan yang ingin disampaikan. Karena itu, baris-baris puisi seringkali tidak mengikuti aturan paragraf biasa. Pemenggalan baris bisa memberi efek dramatik atau mempertegas makna.

 

6.       Puisi selalu mengandung perasaan dan emosi

 

 

Puisi mengekspresikan emosi: cinta, rindu, kesedihan, harapan, kemarahan, dll. Nadanya bisa lirih, menggugah, tajam, lembut, bahkan lucu. Apa pun emosi yang hendak diungkapkan lewat puisi, harus tetap dikontrol dengan bahasa yang indah.

 

7.       Tema yang Mendalam

Kendati singkat, puisi biasanya membahas hal-hal reflektif. Misalnya, kehidupan, kematian, alam, identitas, atau pengalaman-pengalaman batin.

 

8.       Subjektif dan personal

Yang dimaksud dengan subjektif dan personal tidak melulu mengenai pengalaman pribadi penulis puisi. Penulis bisa juga mengangkat suara orang lain secara empatik. Subjektivitas dalam menulis puisi adalah ketika perasaan individual penulis terlibat sangat kuat dalam karya tersebut. Ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan alat-alat indra untuk menangkap suatu peristiwa yang terjadi di sekitar, kemudian dituangkan dalam puisi.

 

 

Ada sejumlah alasan orang-orang menulis puisi. Misalnya, sebagai cara menyuarakan isi hati, terapi emosional, salah satu cara Mendekatkan diri pada pengalaman sehari-hari, bentuk perlawanan, doa, cinta, atau harapan. Selayaknya sebuah tulisan, menulis puisi berarti merekam ingatan dan peristiwa untuk dibaca pada waktu-waktu mendatang. Menulis puisi seperti sedang berbicara pada diri sendiri dan orang lain. Juga menurut Salman, siapa pun bisa menulis puisi, termasuk penyandang disabilitas. Ketika salah satu indra mengalami keterbatasan, indra-indra yang lain harus dimaksimalkan. “Yang dibutuhkan bukan penglihatan [atau fungsi salah satu indra saja], melainkan kepekaan rasa,” tukas Salman.

 

Satu hal yang juga ditekankan oleh penulis asal Gorontalo dan sedang menempuh pendidikan doktoral di bidang Ilmu Pendidikan Bahasa di Universitas Negeri Yogyakarta ini adalah bahwa sebuah puisi bukan hanya sebagai hiburan, melainkan harus juga memberi manfaat. Dia mengutip ungkapan seorang pujangga besar Yunani, Horatius, yang berbunyi “dulce et utile” atau dalam bahasa Inggris menjadi “sweet and useful” ‘menyenangkan dan berguna’. Artinya, puisi memiliki dua fungsi utama, yaitu memberi kenikmatan dan kegunaan.

 

 

Para peserta, yang tersebar di berbagai wilayah, sangat antusias mengikuti penyampaian materi. Mereka selalu responsif ketika menerima pertanyaan ataupun tantangan dari pemateri. Ketika ditanya pendapat tentang pertemuan perdana ini, semua memberi jawaban positif.

 

“that was really fun, Kak Salmannya juga kayak berusaha nyatu banget sama kitanya, dengan status dosen yang disandangnya tapi dia nggak bikin kita takut,

pokoknya hari ini seru dan full ilmu, daging semua,” tulis Zelda, peserta asal Surabaya.

 

“Materi untuk pertemuan pertamanya ok banget,” tulis Echy Wardhani, peserta dari Lampung.

 

“Sangat bermanfaat, penuh ilmu dan pemateri yang sangat inspiratif. Cara penyampaian materinya mudah dipahami,” tulis Risma, peserta dari Bekasi.

 

Di akhir sesi perdana ini, pemateri memberi tugas latihan kepada para peserta. Mereka diminta menyimak suara yang paling disukai, lalu menuliskan satu kalimat tentang suara tersebut. Kalimat tersebut akan dibacakan pada pertemuan berikutnya.

 

Melalui materi tentang teknik akrostik, peserta diharapkan mampu mengenali diri sendiri terlebih dahulu, sebelum menuangkan ide, diksi, dan rasa ke dalam puisi. Selain itu, mereka juga diberi pemahaman bahwa sejatinya ide menulis bisa dicari atau diciptakan, bukan sekadar dinantikan. Sesi kelas perdana ini menunjukkan dengan sangat benderang bahwa meski ada indra yang terbatas, tetapi literasi yang melibatkan rasa selalu bisa melampaui semua batas.

 

Sementara itu, pada pertemuan kedua, peserta diminta menuliskan kalimat tentang suara favorit mereka. Ada yang menuliskan suara kucing kesayangannya, suara langkah kaki, embusan angin, alat musik favoritnya, lagu, dll.

 

Berikut cuplikan rangkaian kalimat dari salah seorang peserta bernama Chela.

 

“Jadi Suara yang aku maksud adalah suara pipe orgam atau organ pipa yang lembut, menenangkan dan juga punya keunikan tersendiri. Kaya variasi suara, kaya dinamika. AWW! Apalagi kalau mendengarkan nya  malam hari sambil kita di ruangan ber AC sedang melakukan aktivitas seperti menulis, mengerjakan tugas atau apapun itu. Wah rasanya benar-benar seperti surga pribadi, tapi disisi lain juga membuatku lebih fokus! Rasanya itu seperti ada elemen keajaiban tersendiri. Kadang seperti lulaby, kadang seperti dibawa ke dunia gelap atau galaksi tertentu yang belum pernah kutemui sebelumnya.

Bayangkan kamu di aula yang sangat luas lalu kamu mendengar suara seperti suara kayu yang bernyanyi. Harmoni indah, nada yang menggugah dan suara yang tidak meme.”

 

Ada yang menarik pada pertemuan terakhir. Alunan suara indah sang pewara, Catur Tulus Setiorini (Mba Rini), membuka pertemuan dengan membawakan musikalisasi puisi Sapardi Djoko Damono berjudul Aku Ingin, yang dipopulerkan oleh Ari-Reda. Pada pertemuan ini pula Salman menyarankan agar kelas menghasilkan sebuah buku antologi puisi. “Nanti kalau sudah ditentukan mau menyasar penerbit yang mana, saya akan bantu berkoordinasi dengan mereka,” tegas Salman.

 

Meski telah berakhir, Salman menyampaikan bahwa mereka masih dapat berkomunikasi aktif melalui berbagai platform. “Kita masih akan terhubung, bisa lewat Wa, bisa lewat Instagram saya ....” Dia juga berpesan agar para peserta terus menulis apa pun yang terjadi. “Karena setiap suara dari Teman-Teman itu penting dan berharga. Setiap kata-kata itu selalu punya ruh dan kekuatan.”

 

Dalam kesempatan yang sama, Kak Iin mengungkapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua yang telah terlibat menyukseskan kegiatan ini. Selain itu, dia juga mengucapkan selamat Hari Buku Nasional 17 Mei 2025. “Selamat Hari Buku Nasional, jangan bosan membaca, tetapi juga pilihlah bacaan berkualitas yang bisa membawa diri Teman-Teman ke next level,” pungkasnya. 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas Menulis Puisi, Ajang Refleksi Imajinasi dan Kreativitas

Content Creator Bangga Berliterasi: Wujudkan Asa dan Peluang Berkarya

Info Kompetisi Narasi Disabilitas Dalam Rangka HDI dan Hari HAM Internasional 2024