Kelas Menulis Puisi, Ajang Refleksi Imajinasi dan Kreativitas
“Apa ingatan masa remaja yang berpengaruh sampai kini pada diri kamu?”
“Apa lagu yang belakangan ini sering
kamu dengar?”
“Apa yang ingin kamu ubah dari diri
kamu?”
Demikianlah tiga pertanyaan awal yang dilontarkan kepada peserta
Kelas Menulis Puisi yang diselenggarakan oleh Komunitas Literasi Tanpa Batas
(Lintas) pada 11, 18, dan 20 September 2024. Kelas ini berlangsung via Zoom dan
dimentori oleh Ibe S. Palogai, salah seorang penyair terkemuka tanah air, yang
juga merupakan pendiri Institut Sastra Makassar.
Dalam materi-materi yang
disampaikannya, Ibe selalu menekankan pentingnya merenungi apa yang mendasari
terciptanya sebuah puisi. “Kenyatannya sebenarnya, puisi itu didukung oleh
sesuatu yang tampaknya tidak terlihat,” ujarnya pada pertemuan pertama. Untuk
itulah dia mengajak peserta berbagi pengalaman dengan mengutarakan tiga
pertanyaan tadi.
“Saya merasa belakangan ini,
jangan-jangan hidup kita itu sangat template? Kalau tadi ada yang bercerita
lagu-lagu yang berpengaruh belakangan ini terhadap dirinya, ya lagu itu
merupakan template. Kalau kita membaca puisi, atau novel, atau mendengarkan podcast,
misalnya, pada akhirnya itu merupakan
template,” terangnya. “Saya jadi bertanya-tanya, jangan-jangan sebenarnya puisi
pun merupakan template, yang bisa kita pindahkan, bisa kita navigasikan untuk
tujuan tertentu, bisa kita drive menjadi sesuatu yang lebih kita anggap penting
untuk diri kita,” lanjutnya. Menulis puisi tidak perlu mempertanyakan bagaimana
ujungnya. Berfokuslah pada alasan mengapa mulai menulis puisi tersebut. Itulah
yang disampaikan juga oleh Ibe pada pertemuan pertama.
Pada pertemuan kedua, Ibe
mengemukakan bahwa menjadi kreatif berarti meragukan bakat kita sendiri.
“Menjadi kreatif tidak pernah diartikan sebagai proses untuk menentukan apa
yang baik atau penting. Jika kita belajar dari sejarah, dunia adalah kritikus yang
sangat tidak bisa diandalkan,” paparnya.
“Kebanyakan dari kita tergiur untuk
menyampaikan kepada dunia sesuatu yang penting, penanda sebuah zaman, pengubah
arus, serta godaan menjadi abadi melalui karya. Dan itulah musuh sebenarnya
dari kreativitas.” Demikian penjelasan Ibe untuk membuka wawasan para peserta.
Pada pertemuan ini juga Ibe
mengemukakan pertanyaan tentang aroma. “Aroma apa yang paling melekat di
ingatan Teman-Teman ketika muncul kata ‘malam’, ‘pasar’, atau ‘taman’?” Lalu,
“Apa kisah di belakang aroma tersebut? Lebih jauh lagi, apakah aroma tersebut
bisa membawa Anda ke peristiwa tertentu di masa kini?” Mayoritas peserta
memilih mengomentari kata ‘malam’, beberapa menceritakan tentang ‘pasar’, dan
paling jarang yang menanggapi kata ‘taman’.
Ibe kemudian memberi tugas untuk
menemukan tema atau kerangka puisi. Caranya dengan membentuk tim yang terdiri
atas dua orang per tim. Tim ini akan mendiskusikan beberapa pertanyaan. Hasil
diskusi tersebut akan disampaikan pada pertemuan ketiga.
Pada pertemuan terakhir, para
peserta yang telah mengerjakan tugas dengan antusias memaparkan hasil diskusi
mereka. Di pengujung kelas, Ibe menyilakan para peserta untuk mengirimkan karya
mereka sekiranya ingin mendapatkan tanggapan darinya.
Kelas kali ini memberi warna baru
dalam kiprah komunitas Lintas di kancah literasi tanah air. Untuk pertama
kalinya, kegiatan Lintas diikuti cukup banyak peserta dari kalangan
nondisabilitas, hampir separuh dari total 53 peserta. Ini tentu saja makin memperluas
jangkauan komunitas Lintas di tengah masyarakat literasi.
Sesuai dengan semboyan sekaligus
kepanjangan nama Lintas, yakni “literasi tanpa batas”, komunitas ini memang
berupaya keras untuk membuka kesempatan seluas-luasnya bagi semua kalangan agar
memiliki wawasan dan kemampuan memadai di bidang literasi. Kegiatan yang
diadakan pun diusahakan mencakup segala jenis karya tulis, fiksi ataupun
nonfiksi. Adapun kegiatan kali ini merupakan kelas puisi pertama yang pernah
diadakan Lintas. Sebelumnya, kegiatan terkait puisi hanya berupa lomba, baik
pembacaan maupun penciptaan.
Sejauh ini, tanggapan dari para
peserta kegiatan-kegiatan Lintas, termasuk para narasumber/bintang
tamu/mentor, selalu positif dan
konstruktif.
Begitu pula dengan kegiatan kelas
menulis puisi kali ini. Berikut sejumlah testimoni yang berhasil dikumpulkan,
baik dari peserta maupun mentor kelas menulis puisi.
“Merefleksikan lagi ‘pembacaan’
terhadap puisi, Dari kelas ini saya jadi bisa lebih menerima dan mencoba untuk
berdamai dengan apa-apa yang terjadi di masa lalu. Khususnya karena puisi-puisi
saya erat kaitannya dengan masa lalu. Saat menceritakan soal aroma kemarin itu,
saya teringat dengan masa kecil saya, yang waktu itu suka banget dengan hujan,
khususnya rintik. Mas Ibe juga membahas musik, dan saya langsung teringat lagu
yang sangat saya sukai, itu dari Efek Rumah Kaca yang judulnya ‘Desember’ dan
itu tentang hujan. Intinya, saya bersyukur banget, materi yang disampaikan Mas
Ibe reflektif banget, tentang makna kreatif. Jadi membuka ruang baru. Memang
masih jarang banget kayaknya yang menerjemahkan aroma ke dalam kata-kata dan
itu memberi pandangan baru tentang perpuisian, khususnya bagaimana memahami
penulisan sebuah puisi.”--Nawirul Haki (Nondisabilitas).
“Awalnya, saya kira kelas ini
berfokus pada teknik dasar penulisan puisi. Makanya saya kaget ketika tiba-tiba
langsung disuruh mengkhayal di pertemuan pertama. Seiring waktu saya sadar
bahwa pelatihan ini berfokus merangsang imajinasi. Seru juga ternyata. Namun
bagi saya penyampaian materi seringkali terlalu fillosofis, sehingga agak sulit
menangkap maksud dari materi tersebut.”--Abimanyu Kurnia Ramadha (Celebral
Palsy).
“Saya banyak menemukan sesuatu yang
baru tentang kepenulisan, terutama menulis puisi. Bisa bertemu teman-teman dari
berbagai pulau (meski via daring), bisa
mendengar kisah kehidupan teman-teman yang sangat menginspirasi, dan masih
banyak lagi. Saya juga sangat kagum dengan semangat kakak-kakak panitia dari
Komunitas Lintas yang sangat peduli pada literasi. Keren banget. Pesannya:
Semoga jaya selalu Komunitas Lintas, terima kasih sudah mengadakan kegiatan
yang sangat keren ini! Sekali lagi terima kasih. Salam sehat dan salam
literasi.”--Rismayanti (NonDisabilitas).
“Ttiga pertemuan yang singkat tapi
daging semua. ilmu yg dipaparkan kak Ibe dan panitia yg responsif dalam
mendampingi zoom meetingnya bikin setiap pertemuannya berkesan baik. diksi dan
sharing pesan antar teman-teman Lintas yg tergabung di kelas juga bisa memantik
inspirasi lebih untuk bisa berkarya lebih baik. over all, saya pribadi
berterima kasih pada panitia dan kak Ibe
atas kelas puisi yang menyenangkan ini. terima kasih Lintas.”--Ririi
Said (NonDisabilitas)
“Setelah ikut kelas puisi ini, saya
dapat memahami tentang penulisan puisi
dan bisa berinteraksi dengan teman teman
baru.”--Deriana Silaban (Low Vision).
“Saya ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada panitia dan Mas Ibe. Apa yang disampaikan di 3 pertemuan
tersebut sedikit demi sedikit membantu saya menemukan apa yang hilang dan
terlupakan dari diri saya. Saya kembali menulis puisi dan mulai membaca kembali
puisi-puisi yang sudah lama saya tulis.”--Halim Mohammad (NonDisabilitas)
“Terima kasih sudah diajak
kolaborasi bersama Lintas. Saya suka sekali semangatnya teman-teman dalam
menulis. Energinya bagus untuk berbagi bersama.” Ibe S. Palogai (Mentor)
Sementara itu, pada penutupan kelas,
Kak Iin selaku ketua Komunitas Lintas saat ini, menyampaikan terima kasih
kepada seluruh pihak yang terlibat untuk menyukseskan kegiatan ini. “Terima
kasih, Mas Ibe … selama tiga pertemuan ini banyak sekali ilmu baru dan
materi-materi yang menginspirasi kita semua,” tuturnya.
Komentar
Posting Komentar