Peluncuran+Bedah Buku Lemari Kisah Kami, Ruang Inklusif Berbagi Perspektif, Kreativitas, dan Pemikiran Kritis
Setelah melalui berbagai tahap, akhirnya Lemari Kisah
Kami berhasil diterbitkan dan diluncurkan dalam sebuah acara bertajuk Peluncuran
& Bedah Buku Lemari Kisah Kami. Kegiatan ini diselenggarakan via
daring oleh Komunitas Lintas dan menghadirkan tiga narasumber: Salman Alade(penulis, penyair, sekaligus akademisi
bidang kebahasaan selaku pembicara utama), Darmawati Majid (penulis, peneliti bahasa, mentor
kelas kepenulisan, sekaligus editor buku Lemari Kisah Kami), dan Ibe S. Palogai (penulis, seniman, akademisi, manejer
proyek pada Penerbit Kabisat [penerbit buku Lemari Kisah Kami]).
Tidak sekadar merayakan terbitnya sebuah antologi
cerpen, acara ini juga menghadirkan ruang berbagi inspirasi, wawasan, dan
semangat berkarya bagi para pencinta literasi. Dengan menghadirkan tokoh-tokoh
berpengaruh di bidang literasi, diskusi pun menjadi lebih mendalam dan
penuh warna.
“Buku ini menjadi bukti bahwa dengan dukungan dan akses
yang diberikan, juga semangat dari Teman-Teman yang terlibat di dalamnya,
mereka mampu menghadirkan karya yang menggugah dan layak mendapatkan panggung
di dunia sastra,” ungkap Salman.
Dia juga sempat memberi sekilas beberan tentang buku
Lemari Kisah Kami. “Kalau Anda berpikir buku ini menjual kesedihan kaum
difabel, saya sarankan untuk buka halaman pertamanya. Bersiaplah untuk ditampar
lembut oleh humor, kejujuran, dan cerita-cerita yang ternyata sangat dekat
dengan hidup kita.”
Penyair yang baru saja menjadi mentor kelas puisi di
Komunitas Lintas pada 3—17 Mei 2025 itu juga menegaskan, buku Lemari Kisah Kami
merupakan bukti bahwa sastra milik semua orang. “Literasi itu adalah hak, bukan
privilege. Maka marilah kita dengarkan kisah mereka, bukan karena mereka
difabel atau punya keterbatasan, melainkan manusia dengan kisah-kisah yang tentu
layak didengar.”
Sementara itu Darmawati Majid, atau akrab disapa Kak
Darma, mengungkapkan rasa haru atas pencapaian Komunitas Lintas sejauh ini. Dia
kemudian mengenang bagaimana awal terbentuknya Komunitas Lintas pada 2019.
Ketika itu dia dan ketua Komunitas Lintas saat ini, Iin Saputri, bertemu di Bandung, lalu terlibat
dalam diskusi tentang pembentukan sebuah grup kepenulisan yang terdiri atas
penyandang disabilitas. “Kak Iin pasti ingat, ya, awal mula kita merancang dan
berpikir bagaimana kita membuat komunitas untuk Teman-Teman agar bisa berkarya
dengan segala keterbatasan yang kita miliki,” tutur salah seorang pendiri
Komunitas Lintas itu.
Dikisahkan juga bahwa ide awal terbangunnya Komunitas
Lintas sangat sederhana. “Waktu itu kami hanya ingin membuat suatu grup
kepenulisan yang konsisten via Wa. Karena itu sebenarnya kami berdua tidak
percaya bisa sampai di tahap ini, ketika Teman-Teman bisa terpajang namanya di
sampul buku,” lanjut penerima beasiswa LPDP jenjang S-3 itu dengan suara
bergetar.
Kak Darma juga menekankan tentang pentingnya kemampuan
dan komitmen meracik ide bagi penulis. “Teman-Teman ini pemula yang hebat dan
bersemangat. Biasanya buat penulis pemula, hambatannya kalau bukan kekurangan
ide, malah kebanyakan ide. Tapi sebanyak apa pun ide yang kita punya, kalau
tidak mau menuliskannya, ya tidak bisa jadi penulis.”
Tentang antologi cerpen Lemari Kisah Kami, penulis yang
mengawali kariernya sebagai salah seorang emerging writer pada perhelatan Ubud
Writers and Readers Festival 2018 itu menyampaikan bahwa cerita-cerita
dalam buku ini lahir dari kejujuran. “Beginilah seharusnya ketika kisah itu
mulai diceritakan ... dari pengalaman yang paling dekat. Kita memang bisa
berimajinasi, tetapi ketika menuliskan sesuatu yang dekat, kita akan tahu
detailnya seperti apa, aromanya bagaimana, bentuknya bagaimana ... jadi cerita
kita bisa lebih hidup.”
Kak Darma berpesan agar siapa pun yang ingin jadi
penulis tidak perlu ragu. “Kalau nanti ada yang bilang, ‘kok tulisanmu remeh?’
Balikin saja, ‘Ini bukuku, mana bukumu?’” Intinya, jangan pernah mundur dari
cita-cita jadi penulis hanya karena takut dikritik atau malu terhadap kemampuan
sendiri.
Sebagai perwakilan pihak penerbit, Ibe S. Palogai
menyoroti soal kesetaraan akses. Dia menyatakan bahwa yang terpenting dari
suksesnya penerbitan buku Lemari Kisah Kami adalah terwujudnya aksesibilitas
yang sama bagi semua.
“Kami sangat senang ketika Kak Iin menawari kami untuk
menerbitkan buku karya Komunitas Lintas ini. Waktu itu, Teman-Teman di Kabisat merespons
dengan sangat antusias karena lagi-lagi ini tentang akses yang bisa kami
upayakan,” papar pendiri Institut Sastra Makassar itu.
“Ketika pertama kali membaca buku ini, saya merasa ini
bukan sekadar hasil penulisan kreatif, tetapi juga upaya kolaboratif yang
tumbuh karena adanya proses saling percaya. Kepercayaan semacam itu bisa
terbangun antara penulis, editor atau fasilitator, dan ruang-ruang yang
memungkinkan semua suara itu bekerja secara adil,” lanjut Ibe.
Menurut Ibe, sedari awal, yang difokuskan oleh penerbit
Kabisat bukan sekadar memberi ruang bagi disabilitas untuk berkarya, melainkan
juga memastikan bahwa ruang bersama ini dibangun atas dasar prinsip kesetaraan.
“Kami percaya bahwa tiap orang atau entitas berhak menentukan cara bercerita
dan menyampaikan dunianya,” tegas penyair yang juga sempat mengampu kelas puisi
di Komunitas Lintas pada September 2024 itu.
Tidak hanya ketiga pembicara, sejumlah penulis buku
Lemari Kisah Kami pun sempat berbagi perspektif dan kebahagiaan. Salah satunya
diungkapkan oleh Zhizie, penulis berbakat asal Palu, Sulawesi
Tengah.
“Alhamdulillah,
ini buku pertama saya dan langsung bareng dengan sebelas teman lainnya dari
Lintas yang juga hebat-hebat. Jadi saya bangga, senang, dan bahagia banget
akhirnya bisa melahirkan buku bareng mereka,” ujar Zhizie. Menurutnya, prompter
yang diberikan mentor pada kelas menulis cerpen, yang merupakan cikal bakal
tersusunnya buku Lemari Kisah Kami, membuatnya tertantang. “Tertantang karena
aku tuh sebenarnya tipe orang yang kalau menulis gak suka pakai outline
atau kerangka. Seringkali ketika sampai di tengah tulisan, muncul ide baru
sehingga ceritanya malah belok.”
Zhizie juga merasa bangga karena niat untuk membuat
karyanya melekat dalam ingatan pembaca ternyata berhasil. “Aku senang banget
tadi pas sesi bedah buku, Kak Salman bisa ingat sama prompter-ku yang
donat itu.”
Penulis lainnya, Ikhwan Khanafi, mengungkapkan bahwa buku Lemari
Kisah Kami merupakan buku pertama yang ditulisnya, tetapi bukan yang pertama
terbit. Usai kelas cerpen bersama Komunitas Lintas kala itu, dia membuat
kumpulan cerpen yang diprakarsai oleh guru-gurunya. Ikhwan juga membeberkan
sekelumit isi cerpennya yang berjudul Pilihan Hati, salah satu naskah dalam
buku Lemari Kisah Kami. “Waktu itu saya masih SMA, tokoh-tokoh dalam naskah itu
juga SMA ... memang romance dan dunia remaja itu punya kaitan yang luar biasa.
Antara percintaan, jati diri, dan pergaulan sangat saling berpadu.”
“Semoga buku ini bermanfaat dan bisa dinikmati banyak
orang. Juga pastinya akan lahir buku-buku selanjutnya dari Komunitas Lintas,”
ujar Ikhwan ketika ditanya tentang harapannya terhadap buku Lemari Kisah Kami.
Membuka Ruang untuk
Bertumbuh
Lebih dari sekadar peluncuran, acara ini menjadi wadah
bagi peserta untuk mengembangkan pemahaman dan jejaring. Dengan semangat yang
ditanamkan oleh Komunitas Lintas, literasi tak sebatas membaca dan
menulis, tetapi juga menjadi jembatan untuk membangun inklusivitas,
kreativitas, dan pemikiran kritis.
Ramaditya Adikara, Seorang novelis terkemuka tanah air dari kalangan disabilitas yang kali
ini jadi peserta, menyampaikan apresiasinya terhadap buku Lemari Kisah Kami dan
para penulisnya. “Kalau 12 orang ini sampai menulis solo, hancur karier saya,”
guraunya. “Kita memang sudah seharusnya keluar dari pakem bahwa kalau
penulisnya disabilitas, otomatis tulisannya tentang disabilitas juga.”
Acara Peluncuran
& Bedah Buku Lemari Kisah Kami juga dihadiri peserta dari kalangan
nondisabilitas. Seorang di antaranya, Muh. Nur Ardiansyah, menanggapi sangat
positif kegiatan ini.
“Pertama saya sangat
berterima kasih kepada Komunitas Lintas yang telah menyelenggarakan kegiatan
yang sangat inspiratif, terutama Kak Iin yang telah memperkenalkan dan
memberikan kesempatan kepada saya untuk bergabung dalam acara Peluncuran dan Bedah
Buku Lemari Kisah Kami,” tulisnya via pesan Whatsapp usai acara. Dalam pesan
itu dia juga berharap agar kegiatan semacam ini bisa terus dilaksanakan. “Saya
berharap acara seperti ini dapat terus diselenggarakan dan menjadi inspirasi
bagi banyak orang untuk terus mencintai literasi dan berkarya."
“Kedua Saya sangat
terkesan dengan antusiasme dan semangat para pembicara utama dan penulis Lemari
Kisah Kami. Mereka semua sangat berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam dunia
literasi dan kepenulisan,” lanjutnya. “Terakhir saya berharap kegiatan seperti
ini dapat terus terselenggarakan, di mana pun dan kapan pun, sebab literasi
adalah nadi kehidupan. Literasi tanpa batas!” pungkas jurnalis media Inspirasi
Nusantara itu.
Lain lagi dengan Afif
Alqaf, peserta nondisabilitas dari Forum Komunikasi Mahasiswa Kesejahteraan
Sosial Regional Sulsel dan Gorontalo. Dalam sesi diskusi dia mengutarakan niat
untuk meliput kegiatan-kegiatan Lintas dan akan menayangkannya dalam wwebsite
mereka. “Kami punya ruang khusus bagi Teman-Teman mahasiswa dalam forum itu,
yang punya minat di bidang jurnalistik. Oleh karena itu, kami izin meliput
kegiatan ini dan berpartisipasi di kegiatan-kegiatan selanjutnya sebagai bentuk
promosi sekaligus sebagai upaya memberi dan menyosialisasikan pemahaman kepada
masyarakat tentang pentingnya penghargaan terhadap hak-hak penyandang
disabilitas.”
Usai sesi bedah
buku, tibalah pada puncak perayaan dan momentum bersejarah, peluncuran secara
resmi buku Lemari Kisah Kami. Peluncuran ini didahului penayangan video
kutipan-kutipan cerpen dalam buku Lemari Kisah Kami. Video ini memberikan gambaran mendalam tentang isi buku sebelum pembaca benar-benar
menjelajahi setiap cerpen di dalamnya. Masyarakat dapat menikmati video cuplikan
cerpen ini di kanal Youtube dan media-media sosial Komunitas Lintas.
Rupanya perayaan
momentum bersejarah Komunitas Lintas kali ini tidak hanya spesial lantaran
menghadirkan narasumber, penulis, pembawa acara, moderator, serta peserta yang
aktif dan berkualitas. Demi mewujudkan literasi inklusi sehingga bisa dinikmati
semua kalangan, Komunitas Lintas juga menghadirkan dua juru bahasa isyarat
(JBI) untuk mengalihbahasakan tiap komunikasi verbal ke dalam bahasa isyarat.
Ini membuktikan keseriusan komitmen Komunitas Lintas untuk membangun literasi
yang lebih inklusif.
Penantian selama dua
tahun berakhir sudah. Buku perdana Komunitas Lintas telah diluncurkan ke tengah
khalayak. Namun, sebagaimana disampaikan Kak Iin dalam sambutannya, ini
bukanlah kemenangan akhir sebuah perjuangan, melainkan langkah awal bagi para
penulis untuk merambahi semesta literasi yang lebih luas. Tak lupa Kak Iin juga
mengucapkan selamat kepada dua belas penulisAkbar
A.P., Aksara
Senja, Zhizie,
Ikhwan
Khanafi, Aidha,
Pitpit, Nawala
Aji Pradana, Sumayyah
Mar'atusy Syahidah, Lintang
Rahayu, Linatun
Nisa, Henry
Setiawan, dan Fitri
Ayu Wulandari.
Catatan penting:
Bagi yang ingin mendapatkan Buku Lemari Kisah Kami, bisa menghubungi WhatsApp di 082396401707. Dengan harga Rp85.000 saja, kamu sudah bisa menikmati dan menyerap energi positif yang terpancar dari tiap kisah dalam laci-lacinya.
Dapatkan konten menarik lainnya dengan
mengikuti akun-akun media sosial Lintas di:
Instagram: @Lintas_Literasi
Facebook: Pelintas
Literasi
Kanal Youtube: @Literasi_Tanpa_Batas17
Website: https://www.lintasliterasi.my.id/
Yang ingin bergabung di grup Whatsapp
jejaring Lintas, silakan klik
Komentar
Posting Komentar