Manfaat Rekan yang Cerdas, Tangkas, dan Kaya Raya
Merebaknya artificial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan dalam semesta literasi sedikit banyak memengaruhi pola perilaku beberapa orang yang ingin berkarya lewat tulisan. Aplikasi-aplikasi menulis berbasis AI makin mudah ditemukan dan digunakan saat ini. Saking mudahnya, banyak pihak yang resah akan masa depan dunia kepenulisan. Mereka cemas bahwa kemampuan dan wawasan kepenulisan individu cenderung akan menurun lantaran bergantung sepenuhnya pada kreativitas AI.
Namun,
banyak juga yang mensyukuri kehadiran AI dalam semesta literasi. Mereka
memandang AI sebagai kunci pembuka kesempatan. Dengan AI, siapa pun memiliki peluang
emas untuk menghasilkan karya tulis yang lebih baik dalam waktu sesingkat
mungkin. Menulis sebuah esai, cerpen, atau karya-karya lainnya yang biasanya
menghabiskan berjam-jam, bisa diselesaikan hanya dalam hitungan menit dengan
bantuan AI. Kualitasnya pun tidak buruk. Sangat menguntungkan, bukan?
Fenomena
peran AI dalam kepenulisan inilah yang coba diulik oleh Darmawati Majid atau
akrab disapa Kak Darma dalam webinar bertajuk "AI: Masa Depan
Kreativitas atau Kematian Seni Menulis?" yang diselenggarakan komunitas
Lintas. Webinar ini berlangsung secara daring pada Senin, 28 Oktober 2024.
Pada kesempatan ini, Darmawati Majid yang bertindak selaku
pemateri lebih berfokus pada salah satu aplikasi berbasis AI bernama Chat GPT. Aplikasi
besutan Open AI ini memang sangat memesona dengan kemampuannya mendesain
tulisan dalam waktu singkat, bahkan waktu nyata. Wajar apabila Chat GPT begitu
populer di kalangan penulis, jurnalis, mahasiswa, akademisi, dan
profesi-profesi lain yang membutuhkan kompetensi menulis.
“Ketika saya ditawari untuk berbagi mengenai tema ini oleh
Kak Iin, saya langsung iyakan karena memang sangat relevan dengan perkembangan
dunia kepenulisan sekarang,” tutur Kak Darma. “Saya sebagai penulis pun
sebenarnya sempat merasa terintimidasi dengan kehadiran AI,” lanjutnya.
Meski demikian, Kak Darma menekankan bahwa betapa pun
unggulnya AI, tidak akan bisa menyaingi manusia. “Setelah saya ulik-ulik lebih
jauh dan mencoba brain storming ide dengan Chat GPT, misalnya, saya
kembali merasa percaya diri bahwa mungkin dalam soal kecepatan berpikir, AI bisa
(diandalkan). Tetapi ketika kita berbicara kemanusiaan dan apa yang menjadikan
kita manusia, AI belum bisa menyaingi itu.”
Menulis membutuhkan kecakapan kreatif dan keterampilan
teknis. Menurut Kak Darma, AI dapat sangat membantu dalam ihwal keterampilan
teknis, sedangkan kecakapan kreatif adalah mutlak milik penulis. “Jangan sampai
kedua hal ini (kecakapan kreatif dan keterampilan teknis) diserahkan sepenuhnya
kepada kecerdasan buatan, itu akan sangat merugikan kita sebagai penulis” ujar
Kak Darma. Tentu sebagai penulis, kita punya suara sendiri. Maka ketika semua
diserahkan kepada AI, sangat mungkin penulis akan kehilangan ciri khasnya.
“Setiap penulis memiliki gaya bertutur yang khas.” Demikian yang ditegaskan Kak
Darma.
Yang paling tepat dilakukan oleh penulis adalah memberikan
pertanyaan pemantik (prompter) kepada AI untuk dikembangkan. Penulis
juga dapat meminta AI memberikan contoh-contoh, misalnya contoh dialog, adegan,
bahkan perumpamaan atau metafora. Maka dari itu, AI sangat tepat dijadikan
teman berdiskusi. “Misalnya kita bisa menanyakan, ‘bagaimana menurutmu adegan
ini? Apakah Anda bisa memberikan adegan yang lebih emosional, atau yang lebih
menantang, atau yang lebih misterius?’ dengan segala perangkat literer yang
mengikuti perintah itu.”
Dalam hal memberi perintah kepada AI, Kak Darma menyarankan beberapa
hal. Pertama, penulis tidak sekadar memberi perintah seperti “Bisakah
membuatkan cerita tentang persahabatan?. Kepada AI. “Yakin saja, akan lahir
cerita yang sangat terasa klise dan keringnya kalau seperti itu,” tutur Kak
Darma.
Kedua, penulis memberikan perintah yang detail. Makin detail
perintah yang diberikan, makin bagus tulisan yang dihasilkan AI. Untuk itu,
penulis perlu mengetahui perbedaan ide dan tema. “Ide adalah apa yang terjadi
dalam cerita, sedangkan tema adalah apa yang ingin disampaikan melalui cerita
tersebut.” Demikian Kak Darma mengutip pendapat salah seorang mentor kelas
kepenulisan yang pernah dia ikuti: A.S. Laksana.
Ketiga, ketika berdiskusi dengan AI, hindari mengambil serta
merta seluruh yang ditawarkan. Dengan begitu, orisinalitas karya masih dapat
terjaga. Ingat, AI adalah alat bantu bagi penulis, bukan sebaliknya. AI sangat
bermanfaat karena memiliki bank data raksasa. Kkaya raya akan koleksi cerita
dari berbagai latar belakang, negara, bahasa, dan budaya, AI menjadi sangat
efisien. Ketika ada yang meminta contoh cerita ataupun elemen-elemen seperti karakter, plot, latar, ataupun
adegan, AI tidak perlu berpikir lagi. “Adegan paling aneh pun dia bisa kasih,”
kata Kak Darma menanggapi kemampuan Chat-GPT dalam menyusun cerita. Tak hanya
adegan, Chat-GPT sanggup memberikan deskripsi detail tentang apa pun yang tidak
pernah dipikirkan sebelumnya.
Satu hal dari AI, dalam hal ini Chat-GPT, yang agak tidak
menyenangkan bagi penulis adalah keengganannya mengakhiri cerita dengan situasi
negatif. Sejauh ini tidak ada akhir yang tragis atau menyedihkan dalam
tulisan-tulisan yang dihasilkan
Chat-GPT. AI cenderung akan menempatkan diri sebagai penasihat ketika sebuah
alur mengarah pada tragedi di ujungnya. Padahal, bukankah penulis kerapkali
ingin mengakhiri ceritanya serealistis mungkin?
Dengan segala kelebihannya, AI tidak lebih dari sekadar alat
bantu. AI pun tidak selalu tanpa kekeliruan. Dalam kesempatan yang sama, ketua
komunitas Lintas saat ini, Iin Saputri atau akrab disapa Kak Iin, mengisahkan
pengalamannya membuat artikel menggunakan Chat-GPT. “Saya pernah membuat
tulisan nonfiksi menggunakan Chat-GPT, tapi ketika saya cek referensinya,
bohong semua!”
Kondisi seperti itu memang kerap terjadi dengan Chat-GPT.
Sebab itu, baik Kak Darma maupun Kak Iin tidak merekomendasikan pencarian data ilmiah
melalui Chat-GPT.
Webinar ini telah terselenggara dengan baik. Seluruh panitia
dan pemateri berharap para peserta menikmati diseminasi pengetahuan yang
bermanfaat tentang kepenulisan. Harapannya pula, semua pihak makin bijaksana
memanfaatkan AI sebagai rekan diskusi yang cerdas, tangkas, dan kaya raya.
Komentar
Posting Komentar