Rayakan HUT Ke-5, Lintas Berpesta Literasi
Dalam rangka
merayakan HUT ke-5-nya, komunitas Literasi Tanpa Batas (Lintas) beberapa waktu
lalu menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk Pesta Literasi. Kegiatan yang
berlangsung pada Minggu 18 Agustus 2024 malam ini mengusung tema
"Membangun literasi budaya dan budaya berliterasi". Dari awal hingga
akhir, beragam acara berkualitas mengedukasi sekaligus menghibur seluruh audiens
yang hadir di ruang Zoom Meeting malam itu.
Rangkaian acara
diawali dengan pemutaran video infografis Lintas, diikuti dengan sambutan dari
Darmawati Majid alias Kak Darma selaku salah seorang pendiri komunitas Lintas.
Kak Darma
menyampaikan bahwa menulis itu seperti iman, kadang naik kadang turun. “Kalau
lagi kuat-kuatnya kita rajin menulis, tapi kalau lagi turun, jadinya malas,”
ungkap salah seorang pemenang Ubud Writers & Readers Festival 2018 ini.
“Kalau lagi turun, coba tanyakan kembali ke diri Teman-Teman sendiri apa alasan
kalian mencintai menulis,” lanjutnya.
Tidak ada alasan
yang salah untuk menulis. “Entah itu ekonomi … atau mungkin hal sepele
katakanlah ingin terkenal, bukan masalah. Selama alasan itu yang menggerakkan
Teman-Teman untuk menulis, itu akan makin menguatkan langkah Teman-Teman dalam
dunia kepenulisan.” Satu hal yang ingin ditekankan Kak Darma, “Ketika
Teman-Teman mencintai menulis, akan banyak hal tak terduga datang di kehidupan
Teman-Teman.” Seringkali susah mendapatkan banyak materi dari dunia ini. Namun,
dalam dunia kepenulisan, banyak yang nilainya tidak bisa diukur lewat materi.
“Pertemanan, persahabatan, kawan-kawan yang sefrekuensi dalam menulis, itu kan
tidak bisa dinilai dengan uang,” paparnya lebih jauh.
Kak Darma juga
sangat berharap agar Sobat-Sobat Lintas terus menulis meski mungkin hasilnya
belum terlihat saat ini. “Semoga apa yang Teman-Teman tuliskan … mungkin
sekarang belum kelihatan manfaatnya, tapi suatu hari mungkin ada seseorang yang
menyapa Teman-Teman dan mengaku tulisan Teman-Teman mengubah hidupnya …, wah,
itu luar biasa sekali, kan?”
Di akhir
sambutannya, penulis yang saat ini berkarier sebagai peneliti bahasa di Badan
Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini menghaturkan selamat kepada komunitas
Lintas. “Selamat mengalahkan tantangan, selamat mengalahkan kemalasan untuk
menulis. Karena ada seribu satu alasan untuk tidak menulis, tapi kalau
Teman-Teman tetap konsisten di dunia kepenulisan, insyaallah manfaatnya akan
jauh lebih besar,” pungkasnya.
Acara kemudian
dilanjutkan dengan pemutaran perdana videografi komunitas Lintas. Videografi
ini karena satu dan lain hal belum dapat ditampilkan dalam versi video animasi.
Menurut tim videografer dari Universitas Widyatama, versi video animasinya akan
segera dirampungkan dan diharapkan bisa tayang pada kegiatan Lintas berikutnya.
Pada Pesta Literasi kali ini, yang ditampilkan baru versi audionya . Adapun
naskah yang dibacakan dalam videografi ini merupakan karya salah seorang
personel Lintas, Akbar A.P. Dalam obrolan singkat dengan host (Zhizie), Akbar
mengakui bahwa naskah yang terinspirasi dari kisah Pendekar Rajawali Sakti itu sudah banyak sekali revisi demi menyesuaikan dengan
durasi yang hanya sekitar lima menit.
“Banyak revisi
dari Kak Iin, sih, karena kan untuk meringkas,” terang mahasiswa semester V
jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini.
Yang tak kalah
menarik adalah bincang literasi dengan topik Ghostwriter. Diskusi ini
menghadirkan Ramaditya Adikara alias Rama (novelis, dosen, sekaligus aktif
sebagai ghostwriter) selaku narasumber dan Blindman Jack alias Bang Jack
(komika sekaligus content creator) selaku pemandu diskusi. Kedua tokoh ini
sudah tidak asing lagi sebagai pesohor dari kalangan disabilitas netra.
Beberapa buku
yang melibatkan Rama sebagai ghostwriter adalah Bukan Bidadari Biasa”, “Remote
Work”, “Helping is Healing”, dan "Alumni Mengajar". "Secara
sederhana, ghostwriter adalah orang yang membuat naskah, baik dalam bentuk
buku, novel, cerpen, atau cerbung atas permintaan orang lain (klien, tapi
penghargaan tetap diberikan kepada klien, ghostwriter tidak boleh mgngkleim hak
cipta atas karya tersebut," terang Rama.
Dia juga
menekankan bahwa ghostwriter adalah profesi bergengsi dan legal. "Jadi
andaikata Teman-Teman tunanetra mmau ambil, ini sangat menjanjikan."
Lagi menurut
Rama, yang dibutuhkan untuk menjadi ghostwriter adalah: 1) Skill menulis,
termasuk teknik mengetik sepuluh jari dan penguasaan program Office; 2)
Kemampuan memanusiakan klien saat wawancara; 3) Rasa percaya diri yang tinggi;
dan 4) Kemampuan menyamakan persepsi dengan klien termasuk dari segi diksi.
"Kalau
misalnya klien kita itu 'menye-menye', ya kita juga harus 'menye-menye' gaya
bahasanya. Jadi kita harus mengikuti selera klien, namanya juga ghost, kita itu
membayangi."
"Menurut
saya, ghostwriter ini profesi yang hambatannya minim buat tunanetra," ujar
Rama. "Kita tidak perlu memotret atau mengonsep visual, cukup
wawancara." Demikian dia menjawab pertanyaan tentang mengapa profesi
ghostwriter ini cocok didalami oleh tunanetra. "Saya mengatakan 'cukup'
bukan berarti menggampangkan, ya. Artinya, dari tingkat kesulitan, ini minim
dan bahan pembelajarannya juga banyak," jelasnya.
Menurut Rama,
saat membicarakan kesepakatan bersama klien, seorang GhostWriter provesional
harus menguasai skil komunikasi yang memadai, berpenampilan rapi, dan meminta
uang muka yang sewajarnya, apalagi bagi pemula.
"Teman-Teman
itu mulai daari yang kecil-kecil aja dulu, untuk bikin track record aja dulu.
Nanti kalau udah profesional, udah enak nentuin harganya."
Saat ini Rama
mengaku bisa memperoleh bayaran sekitar 25 juta per enam bulan dari profesinya
sebagai ghostwriter. Dia menyarankan bagi yang baru mulai menekuni profesi
ghostwriter untuk paling tidak meminta perangkat menulis seperti laptop sebagai
bayaran atau fasilitas awal. "Saya menyarankan ini karena tidak selalu
naskah kita itu diterbitkan. Kalau misalnya karena satu dan lain hal klien kita
mendadak pergi entah ke mana, setidaknya kita tidak rugi-rugi amat, ada profit
yang sudah kita ambil."
Diskusi segar
dan berbobot ini juga sempat membahas perbedaan antara joki dan ghostwriter.
Dengan tegas Rama menjabarkan bahwa joki adalah orang yang mengerjakan tugas
orang lain tanpa ada diskusi terkait ide dengan klien. "Inputnya cuma
duit. Tidak ada tuntutan moral di situ." Dia mencontohkan skripsi atau
tesis. "Skripsi atau tesis itu yang dinilai bukan cuma idenya, tapi juga
tulisannya, itu kewajiban si mahasiswanya. Kalau artis yang pingin bikin buku,
buku itu kan bukan kewajiban dia."
Pada sesi
tanya-jawab dengan peserta, salah seorang peserta bernama Wahid menyampaikan
terima kasih yang begitu mendalam kepada Rama. Dengan penuh haru, dia
menuturkan betapa novel Rama yang berjudul "Mata Kedua" sangat
menginspirasinya, khususnya pada masa awal dia menjadi tunanetra tahun 2020.
"Waktu Indonesia terdampak bencana pandemi,saya juga kena bencana, bencana
kegelapan," tuturnya. "Tapi dengan cara 'nakal' Mas Rama menulis,
saya jadi tersentuh dan bertekad 'ah, oke, saya akan memulai segalanya dari
menulis'!" kisahnya.
Usai bincang literasi, sesi yang ditunggu-tunggu pun tiba, yaitu pengumuman pemenang lomba berbalas pantun berkelompok. Adapun daftar pemenangnya dapat dibaca di sini.
Salah seorang pemenang yang sempat hadir, Ibu Siti dari tim Royah, menyampaikan harapan bagi komunitas Lintas di momen spesial ini. “Semoga ke depannya makin cemerlang, makin sukses juga. Kami juga sering belajar literasi dengan buka facebook-nya itu.”
Sesaat sebelum
rangkaian kegiatan usai, ketua komunitas Lintas saat ini, Iin Saputri alias Kak
Iin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang
turut menyukseskan kegiatan ini. “Sekali lagi, kegiatan-kegiatan Lintas bukan
demi komunitas ini sendiri, tetapi lebih dari itu, untuk Teman-Teman semua.
Kami ingin memperkenalkan bahwa literasi itu benar-benar luas … mungkin semesta
pun tidak seluas itu. Masih banyak hal yang termuat dalam literasi, yang
mungkin belum kita pahami selama ini” ujarnya. “Karena itu, Lintas akan terus
mengadakan event-event seperti ini untuk menambah wawasan dan meningkatkan kapasitas
Teman-Teman di bidang literasi.” Dia juga berpesan, “Jadikan literasi sebagai
budaya karena ingat, literasi itu bukan sekadar baca-tulis. Lebih dari itu,
literasi adalah bagaimana kita mengolah apa yang kita dengar, kita baca, dan
kita tulis agar menjadi jauh lebih bermanfaat,” lanjutnya.
Kak Iin juga
minta maaf jika ada yang masih kurang di sana-sini dalam kegiatan ini. “Kalau
ada kekurangan di sana-sini, mohon kami dimaafkan,” tuturnya. “Tapi yang jelas,
tujuan dari diadakannya kegiatan ini sudah bisa terlaksana dengan baik, inti
kegiatannya sudah kita nikmati sama-sama, ya, Teman-Teman.”
“Saya sangat
bangga dengan apa yang sudah kita capai sama-sama selama lima tahun ini. Untuk
lima tahun berikutnya, lima tahun berikutnya lagi, berikut dan berikutnya lagi,
kita akan terus sama-sama memajukan literasi. Salam literasi!” tegas Kak Iin mengakhiri.
Segenap personel
Lintas tentu menginginkan kegiatan pesta literasi ini tidak hanya sebatas
perayaan. Harapannya, setiap detik dan ujaran yang terlalui sepanjang kegiatan
ini dapat memberi manfaat sebesar-besarnya bagi disabilitas netra dan
masyarakat pada umumnya. Semua makin paham bahwa banyak sekali peluang dalam
bidang literasi yang menjanjikan taraf hidup yang lebih baik.
Adapun untuk
link siaran gelar wicara, dapat diakses melalui tautan berikut: https://www.youtube.com/watch?v=EttgG0AiXVE
Catatan:
Untuk kegiatan
kali ini, komunitas Lintas dibantu beberapa voluntir dari kalangan nondisabilitas, di
antaranya:
1.
Dimas
sebagai operator (host) Zoom sekaligus membantu dokumentasi dan membacakan
pertanyaan;
2.
Novi sebagai editor video infografis dan video
profil narasumber;
3.
Sejumlah rekan mahasiswa dari jurusan Perfilman
dan Televisi, Universitas Widyatama, sebagai perancang dan penyusun videografi.
Komentar
Posting Komentar