Kangkung

Kepala gadis itu masih terasa pening. Penerbangan lebih dari 15 jam yang baru saja dialaminya membuat tubuhnya mesti beradaptasi. Belum lagi perbedaan waktu mengakibatkan pusing yang melanda kepalanya tak kunjung berhenti. Saat ini pukul 3 sore, harusnya jam segini gadis yang mengenakan piama itu terlelap.


"Jam 3 pagi. Siapa yang masih terjaga selarut ini?" Pikirnya.

Dia. Ya, karena di negara tempatnya sekarang berada matahari telah condong ke barat.


"Ely, kamu sudah minum tehnya?" Seorang wanita paruh baya berdiri di bingkai pintu kamar, menatap gadis itu dan secangkir teh hangat yang belum tersentuh di atas meja kecil.

Nama si gadis sebetulnya Natalie, dan benci ketika Bibinya memanggilnya Ely. Terdengar norak baginya.


"Saya butuh aspirin untuk meredakan sakit kepala. Bukan teh hangat."


"Eh, gak baik minum obat-obatan kimia terus. Gak baik untuk tubuhmu. Mending minum teh hangat. Alami gak ada bahan kimianya," Wanita paruh baya itu menyodorkan cangkir teh itu ke tangan Natalie. Mendengus, gadis berambut sebahu itu menerimanya dengan berat hati.

Ketika ia hendak menyesap minuman berwarna coklat muda itu, Natalie terbatuk-batuk. Aroma masakan yang sangat kuat tertangkap indera penciumannya. Bibinya hanya tertawa melihatnya.


"Itu Ibumu sedang menumis kangkung. Setelah kamu habiskan tehnya, ayo ke ruang makan," kakak dari Ibunya itu lantas berbalik, meninggalkan Natalie.

***



 Lahir dan besar di negeri Paman Sam, Natalie amat asing dengan tanaman bernama latin Ipomoea aquatica itu. Terlebih, sejak usia 8 tahun, ia tinggal bersama Ayahnya di negara bagian yang melarang peredaran tumbuhan tersebut. Dianggap gulma berbahaya bagi tanaman lain, itu yang menyebabkan kangkung dilarang untuk ditanam dan diperjual belikan di tempatnya tinggal.

Namun, berbeda halnya dengan negara kelahiran Ibunya ini. Tanaman berbatang ramping dan berdaun panjang yang sekilas menyerupai bentuk hati itu sangat populer.


"Ayo, Ely. Dimakan dong. Jangan cuma dipelototin gitu sayurnya," Ucap Bibinya setengah galak. Akibat paksaannya pula kini Natalie duduk di meja makan.

Natalie menatap tajam sayuran berwarna hijau gelap di piringnya itu. Ketaksukaannya nampak jelas pada raut cantik blasteran itu.


"Kalau memang Natalie gak suka masakan Ibu, jangan dipaksain. Biar Ibu belikan pizza di restaurant dekat pasar," Wanita paruh baya satu lagi berucap pelan. Wanita yang melahirkan Natalie 20 tahun lalu itu sudah lama berpisah dengan Ayah Natalie. Putri mereka satu-satunya, hak asuhnya jatuh di tangan pria kaukasia itu. Jadilah gadis yang bernama belakang Snow itu tinggal sepanjang hidupnya di negara Paman Sam.


"Loh, gak gitu, dong, Siti. Anakmu itu baru pertama kali datang ke Indonesia. Mestinya disugukan makanan khas. Bukannya ngikuti makanan mereka di sana," Bibi Natalie menolak keras.


"Tapi kalo Natalie gak suka gimana, Kak?"


"Masa, sih, gak suka? Kan, belum dicoba," Bibinya menatap Natalie galak.

Gadis itu balas memelototi Kakak dari Ibunya.


"Coba dulu sesuap, Nat. Kalo memang kamu gak suka, Ibu beliin pizza," Kata Ibunya, lembut.

Natalie menghela napas. Rasanya berat sekali baginya meraih sendok  lalu menyuapkan sayur yang dapat hidup di air itu ke mulutnya.


"Kangkung itu lebih sehat, loh, ketimbang makanan yang sering kamu makan. Apa itu? Pizza? Makanan cepat saji yang gak berkhasiat," Oceh Bibinya.

Natalie terus berperang dengan dirinya sendiri. Apakah harus menuruti kemauan sang Ibu untuk mencicipinya sesendok. Atau, tidak membiarkan tanaman gulma itu masuk dalam pencernaannya sama sekali.


"Kangkung itu  mengandung vitamin A, vitamin C, kalsium dan zat besi. Kamu jadi kuat, loh, kalo makan kangkung," Bibinya terus saja mengoceh, tanpa memedulikan dilema yang dihadapi keponakannya.


"Ayo, Nat, coba saja sesendok!" Seru Ibunya.

Baiklah. Toh, kalau pun setelah mencicipi Natalie muntah-muntah, ia takkan lagi dipaksa memakan tanaman itu. Natalie membayangkan, setelah ini ia akan kembali makan pizza, makanan favoritnya sepanjang masa. Ia pelan-pelan menyuapkan kangkung itu ke mulutnya. Mengunyahnya sebentar, menikmati cita rasa gurih pedas dari sesendok tumis kangkung, lalu menelannya.

10 menit kemudian, Ibunya tampak tergesah-gesah keluar dari rumah. Dengan pakaian rapi, sebuah baju gamis panjang dan  hijab pasmina, Ibu Siti mengendarai motor menuju pasar.


"Ibuuu, jangan lupa beli kangkungnya yang banyaaaaak!" Teriak Natalie dari pagar rumah.

Ibunya yang telah melaju hanya membunyikan klakson tanda mengiyakan.

***



Makassar, 24 Oktober 2023


Penulis: Zhizie 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas Menulis Puisi, Ajang Refleksi Imajinasi dan Kreativitas

Content Creator Bangga Berliterasi: Wujudkan Asa dan Peluang Berkarya

Info Kompetisi Narasi Disabilitas Dalam Rangka HDI dan Hari HAM Internasional 2024