Semangat Berliterasi tanpa Diskriminasi
Apa yang baru saja dialami oleh komunitas Lintas dalam rentan sepekan sejak 22 Juni benar-benar di luar dugaan. Seperti diketahui, Lintas baru saja melaksanakan lomba baca puisi dalam rangka Hari Sastra Indonesia yang diperingati setiap 3 Juli.
Sejatinya ide pelaksanaan lomba ini bukan sesuatu yang telah dirancang jauh-jauh hari sebelumnya. Maka dari itu, kami tidak punya alasan untuk berharap kegiatan ini akan dapat berlangsung lancar sebagaimana biasanya. Video promosinya saja baru disebarkan pada 23 Juni, padahal batas pengumpulan karya para peserta adalah 28 Juni. Mungkin bagi sebagian orang, rentang waktu demikian lebih dari cukup untuk menyelesaikan sebuah rekaman pembacaan puisi untuk kemudian dikirimkan ke panitia. Namun, percayalah, bagi banyak penyandang disabilitas netra, jangka waktu kurang lebih lima hari itu seringkali didapati masih tidak memadai.
Banyak faktor yang dapat menjadi kendala bagi disabilitas netra ketika akan merekam suara secara mandiri. Pertama, dalam kasus ini, mereka tentu butuh waktu untuk menghafalkan puisi yang diinstruksikan. Meski naskah yang dikirimkan hanya terdiri atas kurang lebih empat bait, tetap saja butuh waktu untuk menghafalkannya, apalagi harus dibacakan dengan ekspresi tertentu. Tentu saja perlu melatihnya terlebih dahulu sebelum direkam.
Setelah itu, mereka perlu menyiapkan perangkat yang sesuai untuk merekam. untuk menghasilkan kualitas audio yang jernih tentu membutuhkan upaya yang tidak ringan, apalagi jika penggunanya belum menguasai langkah-langkah perekaman menggunakan aplikasi yang ada. Tidak semua aplikasi perekam memiliki tingkat aksesibilitas yang sesuai dengan pembaca layar yang kita gunakan. Sebab itu, terkadang kita perlu minta bantuan orang lain. Di tahap inilah perang psikologis rentan terjadi. Belum tentu pihak yang dimintai tolong mampu memahami kebutuhan kita, bahkan bisa saja menolak mentah-mentah. Dalam perlombaan yang lalu, ada beberapa peserta yang terpaksa merevisi file yang dikirimkan karena tidak sesuai dengan ketentuan format.
Tidak hanya persoalan aplikasi, kadang format isi file pun perlu perhatian ekstra. Seringkali kita lupa apa saja yang perlu disebutkan dalam rekaman pembacaan puisi. Kadang ada yang lupa menyebutkan nama penulis, pembaca, bahkan judul puisi yang sedang dibacakan. Jika demikian, tentu proses perekaman perlu diulang atau diedit agar sesuai dengan ketentuan.
Selain persoalan perekaman, upaya memenuhi syarat registrasi pun kerap sulit dilakukan oleh disabilitas netra. misalnya, ketika mereka diminta melampirkan foto kartu identitas seperti KTP atau KK. Mereka yang belum terbiasa mengidentifikasi dokumen-dokumen tersebut secara mandiri, lagi-lagi memerlukan bantuan nondisabilitas netra. Sebab itu, pada lomba ini, pihak panitia tidak mensyaratkan hal tersebut demi mengurangi beban peserta. Peserta hanya diminta melampirkan nama lengkap, daerah domisili, dan nomor kontak yang aktif. Meski begitu, tetap saja masih ada yang abai. Tidak jarang panitia harus mengingatkan berulang kali agar peserta melengkapi data yang disyaratkan.
Semua potensi hambatan itu membuat kami sempat skeptis tentang kesuksesan lomba ini. Namun, demi merayakan sebuah momentum yang memang sangat sakral bagi para pencinta karya sastra, lomba itu tetap kami laksanakan. Ternyata, hasilnya sangat menakjubkan. Jumlah pendaftar mencapai angka 44, belum termasuk mereka yang melakukan registrasi tapi tidak memenuhi ketentuan umum sehingga ditolak oleh panitia. Yang mengirimkan file pembacaan puisi pun tidak sedikit, yakni sebanyak 30 peserta, belum termasuk yang mengirim file tapi tidak sesuai format sehingga ditolak juga. Jujur saja, angka-angka ini jauh melebihi angka-angka pada lomba-lomba sebelumnya sehingga kami sempat kewalahan. Namun, jumlah itu sekaligus memberi semangat berlebih bagi kami sehingga kelelahan bukan lagi hambatan.
Dalam salah satu rapat panitia, ketua Lintas saat ini, Iin Saputri, sempat berujar, "Sepertinya habis ini saya perlu melakukan riset nih ... kok bisa sedrastis ini peningkatan pesertanya ya?" Keheranan itu bukan tanpa alasan. Selain waktunya yang sangat singkat, lomba kali ini menyediakan hadiah yang nilainya paling kecil dibanding lomba-lomba sebelumnya.
Sebagai komunitas yang baru saja aktif merambah dunia literasi, ini merupakan prestasi membanggakan. Usia Lintas memang sudah akan menginjak empat tahun pada Agustus mendatang, tetapi geliatnya dalam dunia literasi baru benar-benar aktif sekitar dua tahun belakangan ini ketika mulai menyelenggarakan berbagai kelas dan perlombaan yang dibuka bagi masyarakat umum. Sebelumnya, Lintas hanya mengadakan sejumlah kelas yang terbatas bagi para anggota.
Dengan pencapaian kali ini, ada asa yang sangat besar bergelora di hati segenap personel Lintas. Kami harap, kiprah Lintas akan semakin masif dan konsisten mengembangkan literasi, khususnya di kalangan disabilitas netra yang selama ini masih terbatas. Selain itu, kami juga berharap bisa membangun kepercayaan (trust) di tengah masyarakat tentang eksistensi dan komitmen komunitas ini dalam mengampu tugas menggelorakan semangat berliterasi semua orang tanpa diskriminasi. #SalamLiterasi
***
Bagi yang ingin tahu siapa saja pemenang lomba baca puisi dalam rangka Hari Sastra Indonesia 3 Juli 2023 yang diselenggarakan oleh Lintas, saksikan videonya di
Jangan lupa like, comment, share, dan subscribe kanal youtube kami untuk mendukung pengembangan literasi inklusi di Indonesia ya ... terima kasih.
Komentar
Posting Komentar