Inspirasi yang Justru Menjadi Ironi
Kata orang, perempuan biasanya hanya berkutat di dapur, mempercantik diri, dan melahirkan anak yang sehat. Padahal cara pandang seperti ini sudah terlalu ketinggalan zaman, kalau tidak mau disebut primitif. Mengapa bisa begitu? Karena dalam sejarahnya, banyak sekali perempuan yang berhasil mendobrak tatanan sosial yang ada, menjadi legenda bagi umat manusia.
Dari Indonesia ada Kartini yang menyuarakan ide habis gelap terbitlah terang, Marya Ulfah yang berhasil merintis tatanan sosial berasas hukum yang adil. Belum lagi Ratu Kalinyamat, Ratu Sima, dan Ratu Shofiyah dari Aceh yang memantapkan diri di dalam pimpinan negeri yang menyejahterakan rakyatnya. Oh ya, jangan lupakan Laksamana Mala Hayati, Cut Nyak Dien, dan sejumlah ahli peperangan wanita lainnya. Masing-masing dari mereka cerdas dalam rimba pemikiran militer. Belum dari luar, seperti Habsesut dari Mesir, Elizabet I dan II, serta para maharani yang lain, yang sekuat tenaga mereformasi kerajaannya agar menjelma sebagai kerajaan yang sejahtera.
Kalau di zaman sekarang ada Prof. Inayah Rohmaniyah yang menyuarakan kesetaraan gender dalam karya tulis sekaligus pengajaran di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga YogYakarta, keempat Putri Sultan HB X yang menempati posisi strategis di Provinsi DIY lepas belajar di luar negeri, Malala Yousafzai yang hingga kini setia mengupayakan perdamaian dengan masif berpartisipasi di PBB, dan masih banyak lagi.
Namun, perlu dipahami bersama, belum semua perempuan berpikir demikian. Masih ada saja yang mentalnya belum terbentuk sehingga nilai-nilai eksternal dari sistem sosial di sekelilingnya masih mengintimidasinya. Dimulai dari hal yang sederhana seperti omongan tetangga, cibiran teman-teman, sampai pada keraguan keluarganya sendiri. Sungguh sebuah ironi jika hal ini belum terlintas dalam benak pembaca, khususnya sebagai kaum hawa.
Bagi masyarakat awam, yang kurang mengakses informasi, tetap menganggap perempuan sebagai sosok yang sejatinya hanya pantas di rumah tangga. Bagi mereka, perempuan hanya bisa melakukan hal-hal yang telah tertulis di paragraf awal. Karena dalam keseharian, masyarakat hanya menemukan kaum perempuan berada di peran ibu rumah tangga. Ketika mereka menemukan sosok hebat, akhirnya cuma menganggap sebagai ketidaklaziman seperti orang barat mengistilahkan orang timur sebagai exotisme (aneh).
Pola pikir ini sangatlah tidak tepat. Karena sama saja meniru secara tidak langsung barat dalam menilai orang timur. Jadi, baiknya bagaimana?
Dari sekian banyaknya upaya aktifis gender, dapat dirumuskan secara ringkas sebagai berikut! Setiap pribadi itu punya keunikan tersendiri. Termasuk potensi. Jangan sesekali meremehkan potensi tersebut! Kemudian, jika merasa dekat, sayang, peduli, maka dukung seoptimal mungkin. Temukan dan antarkan pribadi itu ke jalan itu! Dukung dengan sumber daya yang ada hingga pribadi itu mampu berdaya secara mandiri.
Penulis: Akbar AP
Hmm.
BalasHapusAda typo. Yogyakarta, bukan YogYakarta
BalasHapus