Mau Sampai Kapan Feminis Berkoar-koar Tentang Kesetaraan? Karya : Zhizie
Terlahir sebagai perempuan, tentu saya mendukung para perempuan dalam memperjuangkan haknya, melawan patriarki. Namun, saya bukan benar-benar seorang feminis. Feminisme adalah sebuah kata sifat yang berarti "kewanitaan" atau menunjukkan sifat perempuan. Feminisme merupakan aliran pergerakan wanita yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Gerakan dan ideologi yang bertujuan untuk mencapai tingkat gender yang bernaung pada hak asasi manusia. (Sumber Wikipedia)
Dari beberapa artikel yang saya baca, Gerakan Feminisme lahir atas reaksi ketidakadilan dan diskriminasi terhadap sistem sosial patriarki, yang lebih mengutamakan kaum laki laki dalam berbagai bidang. Tujuan gerakan tersebut adalah mendobrak sistem bias gender dan menginginkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan termasuk dalam pemenuhan hak.
Untuk poin pemenuhan kesetaraan, saya pikir di zaman sekarang sudah terlaksana. Bagaimana tidak, kini lumrah sekali dijumpai perempuan-perempuan yang berprofesi yang mayoritas dalam profesi tersebut dikuasai lelaki. Tak jarang pula pemimpin suatu perusahaan, lembaga, bahkan daerah seorang perempuan. Jika dahulu anak perempuan tidak disekolahkan, saat ini doktor, profesor, peneliti, ilmuan diimbangi dengan kehadiran perempuan.
Lalu, mau sampai kapan para feminis berkoar-koar tentang kesetaraan? Para lelaki tidak lagi memandang perempuan lemah, dianggap tak bisa apa-apa, sekarang justru pria mulai berpikir was-was akibat perempuan bangkit. Bangkit menunjukkan bahwa mereka kuat, pemberani, dapat melakukan apa saja, mampu berkuasa layaknya kaum pria. Stikma bahwa perempuan hanya boleh di rumah, mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah sejak lama terbantahkan.
Menurut Detik Finance - Jumlah CEO wanita di perusahaan-perusahaan S&P 500 kurang dari 5%, tapi pelan-pelan jumlahnya bertambah. Korporasi Fortune 500 mencetak rekor 20 ketika Marissa Mayer bergabung dengan Yahoo! awal tahun ini. Ada juga Susan Wojcicki, CEO Youtube. Di Indonesia sendiri perusahaan besar seperti P.T Pertamina, Trans Media Corp, XL Axiata, dan beberapa startup lainnya yang CEO-nya adalah perempuan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Acenture Indonesia, perusahaan global management consulting, service teknologi, dan Outsercing menyatakan bahwa jumlah CEO akan meningkat pesat. Penelitian ini melibatkan 3.300 responden dari 30 negara, salah satunya Indonesia dengan 100 responden. Hasilnya, tujuh dari 10 responden (79 persen Indonesia, 71 persen di global) yakin pada tahun 2030, jumlah perempuan yang memiliki jabatan tersebut akan bertambah.
Kalau sudah begini, apa lagi yang ingin diperjuangkan para feminis? Apakah ketika yang terjadi matriarki, sistem dipimpin serta dikendalikan sepenuhnya oleh perempuan barulah mereka puas?
Pada dasarnya, manusia termasuk juga perempuan, tidak akan pernah ada puasnya. Jadi, aneh jika berhenti.
BalasHapus