Curup Gangsa

Antusiasme terpancar dari wajah-wajah para siswa-siswi berseragam pramuka itu. Serombongan anak berusia lima belas tahun yang baru saja tiba tersebut segera berbaris mengikuti instruksi sang guru pendamping.

 

“Anak-anak, selama tiga hari ke depan kita akan melakukan kegiatan pramuka di tempat ini. Bapak harap, kalian semua dapat mematuhi peraturan–peraturan yang nanti akan Bapak jelaskan,” kata seorang pria paruh baya berkumis tebal.

 

Ia bernama Pak Sulaiman, seorang guru pembina pramuka di sebuah Madrasah Tsanawiyah, dan kebetulan MTS mereka mengadakan pramuka di tempat wisata terkenal di daerah mereka: air terjun Curup Gangsa. Air terjun yang memiliki ketinggian 50 meter itu terletak di kabupaten Way Kanan, provinsi Lampung. Kabupaten yang memang mendapat julukan Negeri Seribu Air Terjun.

 

“Baik, Pak,” seluruh murid kelas IX itu menjawab serempak. Pak Sulaiman menjelaskan apa-apa saja yang perlu dipatuhi para siswa selama di sana.

 

Tujuan mereka tak hanya ingin berwisata di tempat seindah itu, melainkan besok adalah tanggal 14 Agustus yang diperingati sebagai hari pramuka. Di tahun 2022 ini tema hari pramuka adalah mengabdi tanpa batas untuk membangun ketangguhan bangsa.

***

 

            Karim, Soleh, Dika, dan Ridho adalah empat orang sahabat sejak kecil. Kini keempat remaja tanggung itu akan segera terpisah. Sebab, Dika akan melanjutkan Madrasah Aliyah ke pulau Jawa, sedangkan Soleh dan Karim akan bersekolah di Bandar Lampung. Jadi, kegiatan pramuka mereka ke Curup Gangsa sekalian untuk acara perpisahan.

 

Ketika malam menjelang, para siswa baru selesai mendirikan tenda, dan para siswi beserta Ibu guru pendamping mulai memasak untuk makan malam. Malam nanti acara api unggun akan menjadi pembukaan kegiatan berkemah mereka.

 

Tentu tenda dipasang agak jauh dari air terjun. Jika mereka ingin bermain air langsung di Curup Gangsa, harus menuruni enam puluhan tangga terlebih dahulu. Tak hanya itu, banyak terdapat batu-batu besar di sungai Curup Gangsa yang memiliki lebar sekitar 20m tersebut. Indah sekaligus berbahaya.

***

 

            Besok paginya, para pekemah mengadakan upacara pramuka di tepi air terjun. Setelahnya, melakukan kegiatan-kegiatan kepramukaan. Tampak keempat sahabat karip itu sangat bersemangat mengikuti seluruh rangkaian kegiatan. Diselingi candaan - candaan ala mereka, Ridho, Dika, Soleh, dan Karim sungguh terlihat bahagia.

 

“Hey, kau lihat, ya! Aku bisa mengikat tali–temali ini dengan satu tangan,” ucap Dika, sembari bergaya sombong. Kelompok mereka diminta untuk membuat tandu darurat dari empat buah kayu dan tali.

 

“Ah, banyak cakap kau, Dik. Aku yakin kalau tangan kau Cuma satu pasti kau menangis kayak bocah,” sahut Karim. Soleh dan Ridho hanya terkekeh.

 

“Oh, kau tak tahulah kekuatan terbaruku,” Dika lalu mencoba membuat simpul dengan tangan kanannya saja. Bukannya berhasil, tali–temali malah melilit tangannya. Tawa ketiga sahabatnya sontak meledak.

 

Candaan mereka terus berlanjut. Kekompakkan, kesetiaan, dan kebahagian amat terlihat dari keempatnya. Namun, Tuhan selalu mempunyai rencana lain.

***

 

            Hari pertama kemah berjalan lancar, hari kedua, hingga di hari terakhir semua baik – baik saja. Serombongan anak pramuka tersebut melaksanakan pramuka tanpa hambatan. Ketika Pak Sulaiman menutup acara kepramukaan mereka,

 

“Kalian boleh menikmati keindahan Curup Gangsa ini dua jam ke depan sebelum kita pulang. Kalian mau berenang, atau mau foto–foto, silakan! Tapi ingat, berenang harus hati–hati! Ada banyak batu besar di bawah sana,” kata Pak Sulaiman.

 

“Baik, Pak,” sahut murid-murid serempak. Keempat sahabat karip langsung saja ingin berenang di bawah air terjun.

 

Sambil tertawa-tawa mereka menuruni undak–undakan satu per satu.

 

“Sudah lama aku tak berenang,” ucap Soleh, antusias. Dika dan Karim pun menggumamkan hal yang sama.

 

“Ridho, kau bisa berenang, ‘kan?” tanya Dika tiba–tiba.

 

“Bisalah. Memangnya kau yang hanya bisanya cakap saja. Tapi sebetulnya tak bisa,” Ridho berucap seraya terkekeh.

 

“Enak saja. Gini–gini aku pernah juara lomba renang pas Agustusan. Kau lihat saja, ya! Nanti aku akan berenang gaya bebas,” ujar Dika, sembari merentangkan tangan. Tanpa ia sadari ia kehilangan keseimbangan.

 

Remaja tanggung itu terpeleset dan langsung jatuh menuju air terjun. Soleh, Karim, dan Ridho terkejut, dan hanya dapat meneriakkan nama Dika.

 

Dengan jelas ketiganya melihat Dika terjatuh sembari menjerit. Sebelum tercebur ke sungai, kepala remaja itu sempat terbentur di batu besar. Darah segar mengalir deras dari pelipisnya. Sselang lima belas menit, Dika mengembuskan napas terakhir.

 

Sungguh, kegiatan yang harusnya menyenangkan dari awal hingga akhir itu malah berujung duka yang teramat sangat. Tujuan Karim dan kawan–kawan itu memang ingin acara perpisahan sebelum keempatnya terpisahkan saat lanjut SMA. Bukan berpisah untuk selamanya. Kini, ketiga remaja tersebut hanya bisa mengikhlaskan kepergian sahabat mereka yang amat mendadak.

 

Ridho terus saja menangis sesenggukkan, tak kuasa menahan isak. Dirasakannya salah seorang sahabatnya menepuk–nepuk pundaknya, berniat menenangkan.

 

“Woy, Dho, bangun kau! Kita sudah mau sampai di Curup Gangsa,” sayup–sayup ia mendengar suara Dika.

 

“Eh, aneh sekali si Ridho. Dia tidur sambil menangis,” suara Karim terdengar menimpali seraya terkikik geli. Perlahan Ridho mencoba membuka mata, rupanya ia masih berada di dalam bus sekolah yang akan mengantarkan rombongan pramukanya berkemah di Curup gangsa.

 

Ia mengerjap–ngerjap, melihat ketiga sahabatnya cengar–cengir ke arahnya. Tatapannya sontak dipalingkannya menuju Dika. Sahabatnya yang akan melanjutkan Madrasah Aliyah ke pulau Jawa itu tampak sehat wal afiat.

 

“Heh, kenapa kau melihatku begitu? Kayak melihat hantu saja,” komentar Dika. Spontan Ridho memeluk Dika sangat erat. Ia amat bersyukur yang tadi dialaminya hanya sekadar bunga tidur.

 

“Eh, apa pula ini? Tiba – tiba kau peluk aku. Maaf, ya! Aku nih masih normal,” Dika dengan ekspresi jijik melepaskan pelukan Ridho. “Lebih baik aku dipeluk sama si Dela yang cantik daripada dipeluk kau,” sambungnya. Soleh, Karim, dan Ridho terkekeh mendengarnya.

***

 

TAMAT.

-----------

Penulis: Agung Lxn. Naskah ini berhasil meraih juara pertama dalam lomba menulis cermin dalam rangka perayaan HUT ke-77 kemerdekaan RI dan HUT ke-3 Lintas.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas Menulis Puisi, Ajang Refleksi Imajinasi dan Kreativitas

Content Creator Bangga Berliterasi: Wujudkan Asa dan Peluang Berkarya

Info Kompetisi Narasi Disabilitas Dalam Rangka HDI dan Hari HAM Internasional 2024