RESENSI NOVEL UBUR-UBUR LEMBUR KARYA RADITYA DIKA

Judul : Ubur-ubur Lembur

Pengarang : Raditya Dika

Penerbit : Gagasmedia

Tahun terbit : 2018

Tebal buku : 231 halaman

Harga buku : 66.000 rupiah

Kategori : Novel komedi

Hingga pada sebuah sore, gue diundang ke Ubud Writers & Readers Festival, festival yang mengumpulkan para penulis dari seluruh dunia. Gue mengisi panel komedi dengan seorang komedian dari Australia. Ketika kami sedang mengantre mobil di luar seusai acara, dia bertanya, ‘Kenapa lo mau menulis?’

‘Karena pengin aja, sih.’ Gue balas bertanya, ‘Kenapa lo mau berkomedi?

 ‘Karena pengin aja, sih.’ Gue balas bertanya, ‘Kenapa lo mau berkomedi? Dia jawab, ‘Karena gue ngerasa apa yang gue omongin ini penting.’

‘Bukan sekadar lucu?’ tanya gue.

Dia mengangguk. ‘Tapi juga penting. Itu yang membuat gue semangat berkomedi.’

Pulang dari sana, draf pertama bab Ubur-ubur Lembur ini pun ditulis. Gue baru sadar, dengan membicarakan hal yang penting, gue bisa kembali menulis dengan lancar karena gue merasa apa yang gue tulis ini harus dibaca oleh orang banyak. Maka, selesailah satu buku ini.

Setelah cukup lama tidak menulis bukku, pada tahun 2018 akhirnya Raditya Dika melahirkan novel kembali. Novel itu berjudul “Ubur-ubur Lembur”. Novel ini masih bercerita tentang pengalaman pribadi Raditya Dika beserta orang-orang di sekitarnya. Karena ssudah cukup lama fakum, dia pun menuliskan alasannya menulis lagi di dalam prakata buku ini.

Novel ini terdiri atas empat belas bab. Diawali dengan bab yang berjudul "Dua Orang yang Berubah“ dan diakhiri dengan bab yang berjudul “Ubur-ubur Lembur”. Kemudian seperti biasa Raditya Dika juga menjelaskan alasan pemilihan judul di akhir bab.

Novel ini bercerita tentang perjalanan hidup tokoh utama sebagai pegawai kantor sampai menjadi penulis sukses. Dia juga menceritakan kegelisahan-kegelisahan pribadi terhadap hal-hal dalam hidup.

Pada BAB pertama yang berjudul "Dua Orang yang Berubah“ menceritakan tentang sepasang kekasih yang selalu mengumbar hubungan mereka di hadapan publik. Mereka sedang bahagia atau tidak selalu diunggah ke media sosial. Seolah publik harus mengetahui segala yang terjadi pada mereka. Jika mereka sedang bertengkar, maka keduanya berlomba-lomba menulis status galau agar mendapat dukungan dari publik.

Pada BAB yang berjudul "Percakapan dengan Seorang Artis" menceritakan tentang Prilly Latuconsina yang mengeluh bahwa menjadi artis terkenal bukan berarti memiliki banyak teman sejati. Bisa jadi orang tersebut mendekat hanya ingin ikut terkenal. Meskipun dikelilingi oleh banyak penggemar, tetapi artis sebetulnya mengalami kesepian.

Sering pula adanya penggemar membuat para artis hidupnya seperti dikendalikan. Jika artis tersebut dekat dengan seseorang yang tidak disukai oleh penggemarnya, maka akan membuli habis-habisan di media sosial.

Aku pernah temanan sama seseorang. Suatu malam tiba-tiba dia ngirimin aku foto. Dia bilang, “Pril, post foto gue yang ini, dong, biar orang-orang tahu gue temanan sama lo terus jadi follow gue. Soalnya, kan, si Anu temanan dekat sama lo, terus sering lo post, eh, follower dia udah 1 juta sekarang. Boleh, ya?”’ (PERCAKAPAN DENGAN SEORANG ARTIS : 165).

Bab terakhir dia menjelaskan filosofi “Ubur-ubur Lembur”. Katanya, orang-orang yang bekerja di kantor itu tidak bahagia. Sebab, tidak sesuai dengan minat mereka. Mereka seperti seekor ubur-ubur lembur yang lemah, lunglai, hanya hidup mengikuti arus lembur sampai malam, dan tidak menemukan sesuatu yang membuat hidup mereka punya arti.

Raditya Dika tidak ingin menjadi ubur-ubur lembur, tetapi dia ingin memiliki tulang belakang. Dia ingin bisa berjalan di antara dua kaki. Dia meyakini jika kita hidup dari sesuatu yang dicintai, maka kita akan mencintai hidup kita.

Menjadi karyawan memang hidup aman. Makan dari gaji, bekerja mengikuti perintah atasan, dan sekali-sekali, diledekin sama orang semacam ini. Tapi, gue juga berpikir kalau gue kerja lima kali lebih keras, gaji yang gue dapat nggak lima kali lebih banyak.’ (UBUR-UBUR LEMBUR : 235).

Kegamangan itu wajar terjadi ketika memasuki usia dewasa. Sebab, sudah harus memikirkan masa depan. Semakin dewasa seseorang, maka semakin banyak pula pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Kelebihan novel ini adalah sangat ringan dibaca. Ketika sedang penat, novel ini cocok untuk menjadi media hiburan. Tentunya 231 halaman akan terasa cepat selesai. Terlebih di dalamnya mengandung unsur komedi. Namun. Saya belum menemukan kelemahan pada novel ini.

Jadi, novel ini sangat rekomendasi untuk kalian yang sedang suntuk dengan kehidupan. Hanya 66.000 rupiah saya rasa tidak rugi membelinya. Terlebih bagi kalian yang ingin mendapat pencerahan tentang dunia kepenulisan. Di bab terakhir kalian akan menemukan motivasi itu secara tidak langsung dari Raditya Dika.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas Menulis Puisi, Ajang Refleksi Imajinasi dan Kreativitas

Content Creator Bangga Berliterasi: Wujudkan Asa dan Peluang Berkarya

Info Kompetisi Narasi Disabilitas Dalam Rangka HDI dan Hari HAM Internasional 2024